PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom) melalui Divisi Telkom Flexi meluncurkan layanan HOTSPOT berkecepatan tinggi.
Kecepatannya mencapai antara 3 - 10 Mbps. Layanan ini diperkenalkan dengan nama HOTSPOT FlexiNet Broadband yang dapat diakses
melalui semua perangkat yang memiliki koneksi WiFi, antara lain Handphone, Laptop, Ipad, maupun Tablet. Caranya sangat mudah
jika menggunakan Laptop setelah mengaktifkan WiFi, pada View Wireless Connection pilih FlexiNet-Broadband, setelah konek,
buka Windows Internet Explorer kemudian lakukan browsing ketik web address misalnya www.google.co.id
maka akan muncul tampilan Welcome Page untuk memasukkan Username dan Password. Tampilan Welcome Page FlexiNet Broadband dan cara akses Hotspot selengkapnya silahkan KLIK DISINI
Flexi ngROOMpi
Ngobrol bersama seluruh keluarga atau ingin memperbanyak teman di seluruh Indonesia kini makin mudah dan murah dengan Flexi ngROOMpi, layanan Chatroom menggunakan fasilitas voice / suara.
Pelanggan cukup melakukan dial : *55*Room (misal : *55*1234 untuk memulai layanan Flexi ngROOMpi di Room number 1234) room disediakan sampai 9.999.
Ajak keluarga atau teman-teman anda untuk bergabung ngrobrol bareng di fasilitas Flexi NgROOMpi.
Berlaku tarif normal lokal Rp. 49,-/menit.
Berdiskusi melalui mailing list (milis) kini mulai berkembang tidak hanya melalui web atau email saja tetapi bisa dengan SMS.
Telkom saat ini telah mengembangkan layanan bernama Fleximilis, yaitu layanan milis melalui short message service (sms).
Layanan fixed wireless ini memberikan benefit baru bagi pengguna Flexi.
.
SELAMATKAN TELKOM Dari BRTI ! (Inilah kalimat yang muncul di benak Karyawan TELKOM di seluruh Indonesia)
PEROMBAKAN DI TUBUH BRTI HARUS DILAKUKAN UNTUK MENYELAMATKAN PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA.
Siaran Pers Jakarta, 3 Oktober 2007 – Serikat Karyawan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Sekar Telkom) memandang perombakan di tubuh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) perlu segera dilakukan, baik dari sisi kelembagaan maupun pengawakan.
Lembaga tersebut cenderung semakin banyak mengatur sesuatu yang sebenarnya tidak perlu diatur dan sebaliknya, membiarkan hal-hal yang justru perlu diatur, sehingga dikhawatirkan akan membuat tatanan industri telekomunikasi di Indonesia semakin carut-marut.
“BRTI sebaiknya fokus pada pembenahan regulasi yang bersifat antisipasi terhadap perkembangan cepat sektor telekomunikasi di masa depan, seperti isu-isu di seputar konvergensi teknologi,” ujar Sekjen Sekar Amir Fauzi di Jakarta (3/10). Apa yang terjadi sekarang, demikian Amir, BRTI lebih suka menciptakan regulasi yang sebenarnya tidak ada urgensinya, seperti pengaturan tarif percakapan telepon PSTN atau standar Quality of Service (QoS) yang akan lebih baik bila diserahkan saja kepada mekanisme pasar. Demikian halnya dengan pemaksaan kepada Telkom untuk segera menerapkan kode akses SLJJ (Sambungan Langsung Jarak Jauh) tanpa memperhitungkan berbagai kemungkinan dampak negatifnya.
Khusus untuk layanan PSTN (public switch telephone network), menurut Amir, semangat BRTI untuk mengatur sangat berlebihan, padahal jumlah pelanggan PSTN saat ini hanya mencapai 8,7 juta SST, jauh lebih sedikit dibanding jumlah pelanggan seluler yang mencapai sekitar 80 juta. Telkom sebagai pengelola dominan PSTN di Indonesia kerap menjadi sangat berat dalam menjalankan bisnisnya karena terlalu banyak diatur, sementara pengaturan dimaksud belum tentu berlaku bagi operator-operator pesaing.
Dalam pandangan Amir, BRTI juga sering bertindak tidak fair terhadap Telkom dengan akibat berakumulasinya kekecewaan karyawan BUMN ini terhadap keberadaan lembaga tersebut. Disadari atau tidak, BRTI sering memosisikan Telkom sebagai incumbent yang harus “dilumpuhkan” untuk membuka jalan bagi para operator baru untuk menguasai pasar domestik. Sebut saja salah satu contoh kebijakannya yang semena-mena, yaitu memaksa Telkom menggeser frekuensi Flexi dari 1900 MHz ke 800 MHz di saat Telkom sudah memiliki lebih dari 4 juta pelanggan dengan konsekuensi yang sangat berat baik dari sisi investasi maupun pelayanan kepada pelanggan.
Contoh lain adalah ulah BRTI yang sangat menekan terhadap inovasi apa pun yang dilakukan Telkom (layanan FlexiCombo misalnya), meski itu semua ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Bahkan, BRTI juga mempersoalkan mengapa Telkom memberlakukan tarif “All About 49” yang murah, padahal hampir semua operator lain sejak lama telah mengobral gimmick sejenis.
Dalam kasus kode akses SLJJ, Telkom dipaksa untuk menghabiskan biaya dan energi yang begitu besar hanya untuk memuluskan operator lain merebut basis pelanggan yang dibangun dan dipelihara Telkom selama puluhan tahun. Selain merugikan bagi Telkom, pemaksaan ini jelas membuat upaya pengembangan teledensitas telepon tetap tak lebih sekadar yargon kosong, sebab para operator tentunya akan lebih tertarik untuk berinvestasi murah di segmen layanan yang berpotensi menghasilkan return yang tinggi daripada membangun jaringan ke daerah-daerah.
Amir lebih jauh menilai perilaku beberapa anggota BRTI sudah kebablasan dengan begitu seringnya mereka tampil di media hanya untuk memojokkan Telkom, sementara Telkom sendiri dalam posisi sulit untuk membela diri secara terbuka karena selain status BRTI sebagai regulator, BRTI faktanya dipimpin oleh seorang Dirjen Postel (Pemerintah). Telkom menurut Amir, terus-menerus di-black campaign oleh para anggota BRTI yang semestinya justru bersikap bijak dan menghindari cara-cara jalanan dalam berkomunikasi dengan operator.
“Gaya beberapa anggota BRTI sudah seperti layaknya selebritis atau politisi yang senang tampil di depan publik sambil mengumbar kata-kata populis yang menyudutkan Telkom tanpa memperhitungkan dampaknya secara luas,” ujar Amir. Yang lebih parah lagi, seperti dinyatakan Ketua Sekar Bambang Budiono, beberapa kebijakan BRTI sebenarnya sangat berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Serangkaian kebijakan penyesuaian (adjustment) tarif yang dilakukan BRTI terkait dengan pemberlakuan interkoneksi berbasis biaya (cost-based interconnection) sangat patut diduga berdampak merugikan negara dalam jumlah yang signifikan, sehingga wajar kalau penegak hukum juga turun tangan untuk melakukan pengusutan terhadap kasus ini.
Bambang mengatakan, hanya karena Telkom incumbent, tidak berarti BRTI bisa semaunya memperlakukan BUMN ini secara semena-mena. “Lagi pula, perlu dipertanyakan apakah benar hanya Telkom yang incumbent. Bukankah kebanyakan para pemilik operator lain adalah juga para pemain lama, bahkan pemain besar di tingkat global? Di mana dong keberpihakan BRTI terhadap kepentingan negeri ini? Apa sebenarnya yang menjadi concern BRTI, kepentingan nasional atau kepentingan segelintir operator global yang ingin menguasai pasar telekomunikasi di Indonesia?” ujarnya. Yang dimaksud: surat BRTI No. 253/BRTI/Telkom/VIII/2007 perihal Implementasi Kode Akses SLJJ PT Telkom di 5 (Lima) Kota. Melalui surat tersebut BRTI mendesak Telkom untuk segera menerapkan kode akses SLJJ (Sambungan Langsung Jarak Jauh) “017” paling lambat tanggal 27 September 2007.
Menurut Bambang, banyak negara besar berani secara terang-terangan membela kepentingan perusahaan asal negerinya ketika mereka menghadapi tekanan pihak lain. Apa yang terjadi di Indonesia, menurut Amir, regulator seolah-olah justru berlomba mencari popularitas dengan menekan BUMN agar dipersepsi sebagai regulator yang pro globalisasi. “Kita sama sekali bukan meminta privelege, cukuplah kami tidak terus menerus dipaksa rugi hanya untuk melayani kepentingan bisnis multinasional,” papar Bambang.
Oleh karena itu, menurut Bambang, badan-badan regulasi seperti BRTI hendaknya juga dikelola oleh figur-figur kompeten yang memiliki keberpihakan terhadap kepentingan bisnis nasional. “BRTI sudah saatnya dirombak,” desak Bambang. “Bila tidak, BUMN seperti Telkom bisa mati, bukan karena kompetisi, tetapi lebih karena terus-menerus dipaksa untuk rugi demi melayani berbagai kepentingan bisnis para operator multinasional yang melihat Indonesia tak lebih cuma sebagai ‘pasar yang menggiurkan,” tandasnya.
-oOo-
Sekar TELKOM Berikan Sharing tentang Kode Akses kepada Pers
Tanggal 5 November 2007, bertempat di retoran Roemah Nenek Jalan Taman Cibeunying Selatan-Citarum Bandung, digelar acara Forum Diskusi yang diselenggarakan oleh Sekar TELKOM dengan pers. Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Umum DPP Sekar, Wartono Purwanto (Ipung), Sekjen DPP, Amir Fauzi, Ketua I DPP Bambang Budiono, serta beberapa Kepala Bidang dan anggota Litbang Sekar. Sekitar 30 wartawan media cetak dan elektronik dengan antusias mengikuti jalannya pertemuan.
Pada intinya, diskusi ini diadakan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan tentang apa dan mengapa TELKOM menolak membuka kode akses SLJJ seperti yang sedang marak menjadi pemberitaan media saat ini. Dengan diskusi secara terbuka diharapkan tidak ada lagi kesimpangsiuran pemberitaan, baik di media maupun di masyarakat.
Juga diharapkan setelah pertemuan ini, kalangan pers dan masyarakat dapat semakin mengerti mengapa kode akses sampai saat ini tidak dibuka oleh TELKOM.
Acara dibuka dengan presentasi dari Kabid HAL DPP Sekar, Dodi M Gozali yang menjelaskan peran TELKOM sebagai pembuat jaringan telekomunikasi terbesar di Indonesia. Jaringan TELKOM dibuat end to end (dari Sabang sampai Merauke) tidak seperti operator lain yang hanya membuat jaringannya di sebagian daerah saja. Jika kode akses ini dibuka, maka akan merugikan PT TELKOM, bahkan ini merupakan kerugian negara. Karena dengan dibukanya kode akses SLJJ akan memberi peluang bagi operator asing untuk menikmati jaringan milik BUMN. Dodi juga menegaskan bahwa Sekar tidak menolak kompetisi, kompetisi itu menyehatkan, tapi regulasi ini tidak fair. Tujuan awal kode akses untuk menumbuhkan teledensitas (kepadatan telepon/100 penduduk) tidak relevan lagi karena komunikasi SLJJ bisa dilakukan dengan mudah tanpa adanya kode akses.
Ibarat bisnis rumah makan, TELKOM adalah perusahaan yang membuka rumah makan, operator lain adalah orang yang ikut berjualan di rumah makan Telkom, dan pemerintah adalah Bapak RT yang mempunyai hak untuk mengatur aturan main di antara keduanya. Apabila kode akses dibuka, maka operator lain tidak perlu mengeluarkan modal yang besar untuk membuka rumah makan sendiri, mereka cukup berjualan saja di rumah makan Telkom. Logikanya adalah, apabila kita tidak perlu mengeluarkan modal yang besar, tentunya harga makanan yang kita jual pun bisa sangat murah.
Dampak negatif selanjutnya dari pembukaan kode akses adalah kompetisi diantara operator menjadi tidak sehat, Sedangkan TELKOM, sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi akan memperoleh kerugian.
Jadi benar seperti yang pernah diberitakan di salah satu website bahwa Serikat Karyawan PT Telkom menilai BRTI telah bertindak di luar kewenangan. Dalam kasus kode akses SLJJ, Telkom dipaksa untuk menghabiskan biaya dan energi yang begitu besar hanya untuk memuluskan operator lain merebut basis pelanggan yang dibangun dan dipelihara Telkom selama puluhan tahun.
Pembicara terakhir dalam diskusi ini adalah Ketua Umum DPP Sekar TELKOM Wartono Purwanto (Ipung) yang mempresentasikan “Komitmen Operator Berlisensi”. Ipung mengatakan bahwa seharusnya setiap operator di Indonesia tidak hanya berpikir untuk memperoleh keuntungan saja tetapi juga ikut membangun infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.
“Dari sudut pandang bisnis, tidak mungkin TELKOM akan melakukan investasi untuk mendapatkan return yang negatif atau merugi”, kata Ipung. Di akhir presentasinya, Ipung menghimbau kepada insan pers yang hadir dan kepada masyarakat, jangan sampai sumber daya di Indonesia dimanfaatkan oleh orang asing untuk keuntungan semata.***(divcomm-3)
"Jika ingin berkompetisi, kompetisilah yang sehat !"
Telkom adalah milik bangsa Indonesia, semoga tidak diobok-obok oleh Oknum Pejabat yang menghalalkan segala sesuatu untuk kepentingan operator lain, amin.
Telkom memper-sembahkan salah satu produk andalannya,
yakni Groovia Tv yang merupakan platform layanan yang selangkah lebih maju dalam pembangunan interaksi multimedianya dan merupakan produk spesial, bukan sekedar layanan Tv berbayar seperti yang Anda lihat sekarang ini.
Groovia merupakan sinergi yang menghubungkan kekuatan antara Internet dengan Web. Kombinasinya dinamakan "The Power Of Television Media". Jika kita telah memiliki akses Speedy dengan data rate 1 Mb/s, 2 Mb/s, atau 3 Mb/s, maka dengan menambahkan Rp 50.000,- per bulan, kita telah dapat memiliki layanan Groovia.
Untuk menjawab kebutuhan berinternet masyarakat yang semakin tinggi, PT. Tele-komunikasi Indonesia Tbk (Telkom) meluncurkan Paket Speedy Beda Kecepatan atau Speedy Multi Speed. Paket baru Speedy tersebut menyediakan pilihan kecepatan yang bervariasi atau multispeed, sehingga pelanggan dapat memilih jenis paket layanan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Speedy Multy Speed ini adalah paket terbaru yang menawarkan perbedaan kecepatan / speed yang dapat dipilih.
BRTI Sekar Telkom